Jelaskan Pengertian Wakaf Menurut Bahasa dan Istilah, Berikut Hukum, Syarat, dan Rukunnya

"Ketahui Juga Pendapat Para Ulama Tentang Wakaf di Bawah ini."

Edukasi | 26 December 2022, 03:40
Jelaskan Pengertian Wakaf Menurut Bahasa dan Istilah, Berikut Hukum, Syarat, dan Rukunnya

TamanPendidikan.com - Wakaf adalah kata yang sering umat muslim dengar. Namun, banyak yang belum mengetahui tentang definisi waqaf, hukum dan bagaimana syaratnya. Padahal wakaf merupakan salah satu amal jariyah yang pahalanya akan terus mengalir hingga hari kiamat.

Pengertian Wakaf Menurut Bahasa

Menurut bahasa, wakaf berasal dari kata waqafa adalah sama dengan habasa. Jadi al-waqf adalah sama dengan al-habs yang artinya menahan. Dalam pengertian istilah, waqf atau yang biasa disebut dengan wakaf adalah menahan asal harta dan menjalankan hasil atau manfaatnya (Rafiq, 2004 : 320).

Sedangkan menurut terminologi syara’, wakaf berarti “Menahan harta yang bisa dimanfaatkan dengan tetap menjaga zatnya, memutus pemanfaatan terhadap zat dengan bentuk pemanfaatan lain yang mubah yang ada”(Abdul Aziz Muhammad Azam, 2010: 395).

Pengertian Wakaf Menurut Istilah

Sedangkan menurut istilah yang dimaksud dengan wakaf sebagaimana yang didefinisikan oleh para imam madzhab adalah berikut:

1. Menurut Imam Syafi’i dan Imam Nawawi

Wakaf adalah menahan harta yang dapat diambil manfaatnya tetapi bukan untuk dirinya, sementara benda itu tetap ada padanya dan digunakan manfaatnya untuk kebaikan dan mendekatkan diri kepada Allah Swt.

2. Ibn Hajar dan Syekh Umairah

Wakaf adalah menahan harta yang bisa dimanfaatkan dengan menjaga keutuhan harta tersebut, dengan memutuskan kepemilikan barang tersebut dari pemiliknya untuk hal yang dibolehkan.

3. Imam Hanafi dan Imam Syarkhasi

Wakaf adalah menahan harta dari jangkuan orang lain sedangkan menurut al-Mughni wakaf adalah menahan harta di bawah tangan pemiliknya, disertai pemberian manfaat sedekah.

4. Imam Maliki dan Ibnu Arafah

Wakaf dengan memberikan manfaat atau sesuatu, pada batas keberadaannya, bersamaan tetapnya wakaf dalam kepemilikan si pemiliknya meski hanya perkiraan (Mardani, 2012: 357).

Syarat Benda atau Harta yang Bisa Diwakafkan
Ada beberapa syarat dari benda atau harta yang bisa diwakafkan, antara lain;

1. Benda yang kekal zatnya (tahan lama wujudnya), tidak lekas musnah setelah di manfaatkan.
2. Lepas kekuasaan dari orang-orang yang berwakaf
3. Tidak dapat dialihkan kepada pihak lain, dengan jalan jual beli, hibah maupun dengan warisan.
4. Untuk keperluan amal kebajikan sesuai dengan ajaran Islam (Ahmad Rafiq, 2004 : 320).

Hukum Wakaf Dalam Agama Islam

Hukum wakaf adalah amalan sunnah yang apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala. Hukum wakaf tercantum dalam firman Allah SWT Al Qur’an surat Yasin ayat 12, berbunyi:

Arab: اِنَّا نَحْنُ نُحْيِ الْمَوْتٰى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوْا وَاٰثَارَهُمْۗ وَكُلَّ شَيْءٍ اَحْصَيْنٰهُ فِيْٓ اِمَامٍ مُّبِيْنٍ

Artinya: “Sungguh, Kamilah yang menghidupkan orang-orang yang mati, dan Kamilah yang mencatat apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka (tinggalkan). Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab yang jelas (Lauh Mahfuzh).”

Syaikh Prof Dr Khalid bin Ali Al-Musyaiqih menyampaikan bahwa dari ayat tersebut, “Di antara bekas yang ditinggalkan oleh orang yang telah wafat adalah wakaf.”

Sehingga dapat dikatakan bahwa wakaf merupakan bentuk tolong-menolong dalam kebaikan dan ketakwaan.

Syarat dan Rukun Wakaf

Kendati para Imam Mujtahid berbeda pendapat dalam memberikan pandangan terhadap institusi wakaf, namun semuanya sependapat bahwa untuk membentuk lembaga wakaf diperlukan rukun dan syarat-syarat, walaupun mereka juga berbeda pendapat mengenai jumlah rukun dan syarat tersebut.

Dalam wakaf ada beberapa rukun dan syarat yang harus dipenuhi, berikut ini adalah penjelasan syarat dan rukun-rukun wakaf tersebut:

1. Syarat Wakaf

Adapun syarat-syarat wakaf yang bersifat umum mana diungkapkan oleh Ghazaly dan kawan-kawan (2012 : 179) adalah berikut:

a. Wakaf tidak dibatasi dengan waktu tertentu, sebab perbuatan wakaf berlaku untuk selamanya tidak untuk waktu tertentu. Bila seseorang mewakafkan kebun untuk jangka waktu 10 tahun misalnya, maka wakaf tersebut dipandang batal.

b. Tujuan wakaf harus jelas, misalnya mewakafkan sebidang tanah untuk masjid. Jika, tujuan tidak disebutkan, maka masih dipandang sah sebab penggunaan harta wakaf merupakan wewenang lembaga hukum yang menerima harta wakaf.

c. Wakaf harus segera dilaksanakan setelah ada ijab dari yang mewakafkan.

d. Wakaf merupakan perkara yang wajib dilaksanakan tanpa adanya hak khiyar (membatalkan atau melangsungkan wakaf yang telah dinyatakan), sebab pernyataan wakaf berlaku seketika dan untuk selamanya.

2. Rukun Wakaf

Seperti yang telah dikemukakan oleh Andri Soemitro (2012 : 437- 439) rukun wakaf ada empat rukun yang harus dipenuhi dalam berwakaf.

Pertama, orang yang berwakaf (al-waqif). Kedua, benda yang diwakafkan (al-mauqf). Ketiga, orang yang menerima manfaat wakaf (al-mauqf ‘alaih). Keempat, lafaz atau ikrar wakaf (shighat).

a. Wakif (orang yang berwakaf)

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik, wakif adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya (pasal 1 BAB 1 ketentuan umum).

Wakif meliputi: Perseorangan, Organisasi, Badan Hukum (pasal 7). Wakif perseorangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 huruf (a) hanya dapat melakukan wakaf apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut;

• Dewasa
• Berakal sehat
• Tidak terhalang melakukan perbuataan hukum
• Pemilik sah harta benda wakaf (pasal 8 ayat 1).

b. Mauquf ‘Alaih (Tujuan Wakaf)

Tujuan utama dari wakaf adalah diperuntukan untuk kepentingan umum, dan untuk mencari ridha Allah SWT dan mendekatkan diri kepada-Nya.

Oleh karena itu tujuan wakaf tidak bisa digunakan untuk kepentingan maksiat, atau membantu, mendukung, atau yang mungkin diperuntukkan untuk kepentingan maksiat.

c. Sighat Waqf (Ikrar Wakaf)

Ikrar adalah pernyataan kehendak dari wakif untuk mewakafkan tanah atau benda miliknya (ps.1 (3) PP No. 28/1977 jo. Ps.215 (3) 30 KHI). Pernyataan atau ikrar wakaf ini harus dinyatakan secara tegas baik lisan maupun tertulis dengan redaksi “aku mewakafkan” atau “aku menahan” atau kalimat yang semakna lainnya. 

Ikrar ini penting karena pernyataan ikrar membawa implikasi gugurnya hak kepemilikan wakif, dan harta menjadi milik Allah atau milik umum yang dimanfaatkan untuk kepentingan umum yang menjadi tujuan wakif itu sendiri. Karena itu, konsekuensinya, wakaf tidak bisa dihibahkan, diperjualbelikan, ataupun diwariskan. (Rafiq, 2004 : 324- 325).


Baca Berita yang lain di Google News


Story

Artikel Pilihan

Artikel Terpopuler


Daun Media Network