Solusi Sengketa 4 Pulau: Aceh Butuh Dokumen Asli

image

Sengketa batas wilayah Aceh dan Sumatera Utara terkait 4 pulau bisa diselesaikan jika Aceh memiliki dokumen asli.

Polemik Batas Wilayah Aceh dan Sumatera Utara

Sengketa batas wilayah antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara kembali memanas, terutama terkait empat pulau kecil: Pulau Mangkir Gadang, Pulau Mangkir Ketek, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang. Keempat pulau ini secara resmi terdaftar sebagai bagian dari Sumatera Utara dalam Keputusan Kementerian Dalam Negeri pada April 2025. Namun, keputusan ini memicu protes dari Pemerintah Aceh, yang mengklaim bahwa batas wilayah tersebut belum terselesaikan.

Pakar Geodesi dari Universitas Gadjah Mada, I Made Andi Arsana, menjelaskan bahwa sengketa ini berakar dari proses pendataan geografis Indonesia pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tahun 2008. Saat itu, Tim Nasional ditugaskan untuk membuat laporan administrasi mengenai jumlah pulau di Indonesia untuk dilaporkan ke PBB. Proses ini melibatkan pemerintah provinsi yang melaporkan jumlah pulau di wilayahnya masing-masing.

Sejarah dan Penyebab Sengketa

Pada Mei 2008, Sumatera Utara mendaftarkan 213 pulau, termasuk empat pulau yang disengketakan, sebagai bagian dari wilayahnya. Sementara itu, pada November 2008, Pemerintah Aceh tidak mendaftarkan keempat pulau tersebut, melainkan empat pulau lain bernama Rangit Besar, Rangit Kecil, Malelo, dan Panjang. Menurut Andi, ada versi cerita yang menyebutkan bahwa Aceh sebenarnya ingin mendaftarkan pulau-pulau sengketa tersebut.

Verifikasi data dilakukan pada tahun 2009, di mana Sumatera Utara mengonfirmasi data mereka. Namun, Aceh mengajukan perubahan nama pada titik koordinat empat pulau yang sudah didaftarkan, tanpa mengubah titik koordinatnya. Hal ini menyebabkan kebingungan di Badan Informasi Geospasial (BIG). Andi menduga bahwa Aceh sebenarnya ingin memasukkan empat pulau sengketa tersebut ke dalam wilayahnya.

Akibat polemik yang berlarut-larut, BIG dalam laporannya tahun 2021 menyatakan bahwa keempat pulau sengketa tersebut adalah bagian dari Indonesia, bukan secara spesifik Aceh atau Sumatera Utara. Pada tahun 2022, Aceh mengajukan dokumen baru dari tahun 1992 yang memuat perjanjian batas wilayah provinsi antara Aceh dan Sumatera Utara. Dokumen ini menunjukkan bahwa wilayah Aceh mencakup empat pulau yang disengketakan.

Sayangnya, dokumen yang diajukan Aceh masih berupa salinan hitam putih, bukan dokumen asli. Andi menekankan bahwa jika dokumen ini sah, seharusnya pemerintah Sumatera Utara dan Kemendagri yang turut menandatangani juga memiliki dokumen asli. Selain itu, Andi menjelaskan bahwa di empat pulau tersebut sudah ada aktivitas dari pemerintah Aceh, meskipun pulau-pulau tersebut tidak berpenduduk.

Aktivitas atau pengelolaan wilayah hanya bisa diberlakukan secara hukum jika batas wilayah sudah jelas. Saat ini, kekuatan administratif masih berada di tangan Sumatera Utara. Untuk menyelesaikan konflik ini, diperlukan dokumen asli dari salinan dokumen yang diajukan Aceh atau dokumen lain yang terbit sebelum tahun 2008.


You Might Also Like