Tagar #KaburAjaDulu jadi simbol kritik anak muda terhadap situasi sosial politik di Indonesia.
Tagar #KaburAjaDulu: Suara Kritis Anak Muda
Akhir-akhir ini, media sosial diramaikan oleh tren tagar #KaburAjaDulu yang viral di kalangan anak muda Indonesia. Tagar ini menjadi simbol kritik dan sindiran terhadap situasi sosial politik di tanah air. Para pejabat pun mulai mempertanyakan rasa nasionalisme diaspora dan potensi brain drain yang mengancam Indonesia.
Menurut Dr. Hempri Suyatna, dosen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Fisipol UGM, fenomena ini mencerminkan ketidakpuasan generasi muda terhadap kondisi dalam negeri. Mereka merasa negara kurang hadir dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi rakyat.
Ancaman dan Peluang dari Brain Drain
Dalam konteks pendidikan, ada kekhawatiran bahwa efisiensi anggaran dapat mengancam masa depan pendidikan, mendorong generasi muda untuk mencari peluang di luar negeri. Hempri melihat ini sebagai peluang jika mereka yang pergi dapat kembali dan membagikan pengalaman untuk mendukung pembangunan di tanah air.
Namun, ini juga bisa menjadi ancaman jika para diaspora tidak kembali, mengingat Indonesia masih kekurangan tenaga terampil. Ekosistem inovasi dan riset di Indonesia belum sepenuhnya mendukung, baik dari segi insentif, gaji, maupun regulasi.
Hempri menekankan pentingnya dukungan penganggaran untuk hilirisasi riset dan inovasi serta pembukaan lapangan kerja bagi anak muda. Kebijakan insentif dan apresiasi terhadap inovasi juga diperlukan untuk mencegah brain drain.
Di sisi lain, dukungan terhadap hilirisasi inovasi, baik dalam bentuk pasar maupun pemberian hak kekayaan intelektual, harus ditingkatkan. Ini penting agar karya-karya inovatif dapat diimplementasikan dengan baik di masyarakat.
Generasi muda di Indonesia menunjukkan sikap kritis mereka melalui tagar ini, berharap agar pemerintah lebih responsif terhadap kebutuhan dan aspirasi mereka. Dengan demikian, diharapkan ada perubahan nyata yang dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemajuan bangsa.
