Guru Besar UGM usulkan biosekuriti kolektif untuk tingkatkan kualitas dan keamanan pangan hewani.
Biosekuriti Kolektif: Solusi Inovatif untuk Pangan Hewani
Prof. Dr. Ir. Suci Paramitasari Syahlani, MM., IPM., dari Fakultas Peternakan UGM, baru saja dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam bidang Pemasaran Produk Peternakan. Dalam pidato pengukuhannya, beliau menekankan pentingnya penerapan model biosekuriti kolektif untuk menjamin keamanan pangan asal hewan, terutama bagi peternakan skala mikro dan kecil.
Prof. Suci mengungkapkan bahwa tantangan utama produsen pangan hewani di Indonesia bukan hanya soal kuantitas, tetapi juga kualitas. Data FAO 2022 menunjukkan bahwa pasokan protein hewani harian per kapita di Indonesia baru mencapai 29,35 gram, lebih rendah dari rata-rata Asia yang 34,29 gram. 'Disparitas ini membuka peluang bagi pelaku usaha untuk meningkatkan asupan protein hewani,' ujarnya.
Pentingnya Sertifikasi Higiene Sanitasi
Menurut Prof. Suci, peningkatan kuantitas pangan hewani harus diiringi dengan jaminan mutu. Sertifikasi higiene sanitasi menjadi kunci untuk memastikan produk aman dan layak konsumsi. Meski pemerintah telah mengeluarkan regulasi Nomor Kontrol Veteriner (NKV), adopsi sertifikasi ini masih rendah.
'Sejak regulasi NKV diberlakukan pada 2020, belum banyak produsen pangan hewani yang mengadopsi sertifikasi tersebut, terutama untuk produk segar dan belum diolah,' jelasnya. Hambatan utama adalah skala usaha yang didominasi mikro dan kecil, keterbatasan lahan, serta rendahnya kesadaran konsumen.
Untuk mengatasi ini, Prof. Suci menawarkan pendekatan biosekuriti kolektif. 'Model biosekuriti saat ini diterapkan secara individu, namun perlu dipertimbangkan model kolektif, khususnya bagi produsen skala mikro dan kecil,' terangnya.
Efisiensi dan Daya Saing dengan Biosekuriti Kolektif
Biosekuriti kolektif melibatkan pengaturan tata ruang produksi secara bersama pada lahan yang sama oleh sekelompok produsen. Model ini lebih efisien dan memungkinkan produsen skala kecil memenuhi standar higiene sanitasi secara kolektif, sehingga mereka bisa mendapatkan sertifikasi NKV dan meningkatkan daya saing produk.
Dengan biosekuriti kolektif, para produsen dapat berbagi sumber daya dan pengetahuan, menciptakan lingkungan produksi yang lebih aman dan terstandar. Ini seperti membangun benteng pertahanan bersama untuk melindungi kualitas produk dari ancaman eksternal.
Prof. Suci percaya bahwa pendekatan ini bisa menjadi game-changer bagi industri peternakan Indonesia. 'Dengan kolaborasi dan komitmen, kita bisa meningkatkan kualitas dan keamanan pangan hewani, serta memenuhi kebutuhan protein masyarakat,' tutupnya dengan optimis.